MUHAMMAD GHOZI
Sabtu, 27 Juli 2013
KELUARGA SYAIKHUNA PART 2
KH. Abdullah Ubab Maimoen (Putra Pertama)
Beliau adalah putra pertama dari tiga bersaudara
hasil pernikahan al fadhil KH Maimoen Zubair dengan istri pertamanya ibu
Nyai Hj. Fahimah binti KH Baidhowi Lasem. Dilahirkan di Sarang, Rembang
pada tanggal 10 Agustus 1954 M. beliau kecil sudah sangat akrab dengan
lingkungan pesantren. Mengaji, sholat berjamaah, sekolah madrasah adalah
kebiasaannya sehari-hari yang sudah menjadi didikan putra kyai.
Sehingga tak heran jika akhirnya membentuk pribadi yang saleh dan
memiliki kadar intelektual yang tinggi. Beliau melanjutkan studinya di
madrasah Darul Ulum, Jombang selama periode 1971-1973.

KH. Ubab dewasa terkenal dengan pergaulan yang supel, baik dengan kawan maupun lawan, punya solidaritas tinggi dan tawadhu'. Setelah lulus dari PP Lirboyo beliau melanjutkan perjalanan sucinya ke tanah Haram, mengabdi dan mengaji di bawah bimbingan dan naungan Sayyid Muhammad bin Alawi al Malikiy. Hingga tiba waktunya beliau pulang ke tanah air untuk mengembangkan dan memperjuangkan ajaran para guru, ajaran ulama' salaf, ajaran Rosulillah di kelas muhadhoroh. Beliau memegang fan ushulul fiqh dengan mengajar kitab Ghayatul Wushul.
Akhirnya di Sarang, bersama para masyayikh beliau ikut mengembangkan pesantren Sarang khususnya PP Al Anwar. Di luar gelanggang pesantren beliau pun gigih memperjuangkan Islam lewat medan politik. Terbukti dari tahun 1990 sampai sekarang beliau masih menjabat sebagai pengurus DPC PPP Kabupaten Rembang.
KH. Muhammad Najih Maimoen (Putra Kedua)
Beliau adalah putra kedua Syaikhina Maimoen Zubair,
adik kandung dari syaikhina KH. Abdullah Ubab MZ. Terlahir di Sarang
dengan nama lengkap Muhammad Najih yang terinspirasi dari nama seorang
ulama yang konon berasal dari Jawa Timur.

Pada sekitar tahun 1982 beliau berangkat ke tanah suci Makkah untuk mencari jati diri sekaligus ber-tabahhurul ilmi. Dengan semangat dan tekatnya beliau sunggug-sungguh menggeluti ilmu syari'at, hal itu patut kita jadikan rujukan motivasi. Di sana beliau setia berkhidmah pada Sayyid bertahun-tahun hingga akhirnya beliau pulang ke kampung halaman dan langsung terjun ke lapangan membantu sang ayah mengembangkan pesantren yang telah didirikannya. Melihat keilmuan beliau yang mumpuni dan pendidikannya yang tinggi, oleh sang ayah pada tahun 1995 beliau diamanati untuk membimbing dan mengasuh salah satu khos di PP Al Anwar, khos itu bernama Darus Shohihain sesuai dengan kecintaan beliau pada ilmu hadits.
KH. Majid Kamil Maimoen (Putra Keempat)
Majid Kamil, demikian nama lengkapnya. Beliau lahir
pada tanggal 20 Juni 1971 di desa Karangmangu, Sarang, Rembang. Beliau
merupakan putra keempat KH. Maimoen Zubair dari istri kedua Hj.
Masthi’ah binti KH. Idris asal Cepu, Blora. Beliau kecil tumbuh
sebagaimana layaknya putra-putri Syaikhina Maimoen, merasakan gemblengan
ilmu agama sejak kecil.

Pada tahun 2003 beliau diizinkan pulang ke Sarang. Sepulang dari Makkah Al Mukarromah, beliau menetap di Sarang dan mengajar di mengajar PP Al Anwar, membantu merealisasikan visi dan misi sang ayahandanya. Saat ini beliau mengajar bidang ilmu Mushtholahul Hadits.
Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen, MA. (Putra Kelima)
Gus Ghofur, demikian Putra kelima KH. Maimoen Zubair
dari istri kedua, Ibu Nyai HJ Masthi'ah, biasa dipanggil. Pemilik nama
lengkap Abdul Ghofur ini dikenal bandel semasa kecilnya. Tidak seperti
kakak-kakaknya, Ghofur kecil terhitung sering bermain seperti layaknya
anak-anak di kampung nelayan. Namun, sebagai putra Ulama, sifat-sifat
kesalehan yang ditanamkan orang tuanya, membuat ia berbeda dari anak
kampung sebayanya.

Tidak hanya urusan pelajaran, di bidang organisasi pun prestasinya cukup mengkilap. Selama dua periode berturut-turut Ghofur remaja dipercaya sebagai ketua Demu MGS (OSIS-nya MGS).
Seabrek prestasi ditambah kedudukannya sebagai putra Ulama, tidak membuatnya angkuh, sombong dan dumeh (mentang-mentang). Memang demikian putra-putri Mbah Moen dididik. Untuk ukuran agagis dengan santri ribuan, putra-putri Mbah Moen relatif bersikap egaliter.
Usai menyelesaikan pendidikan di MGS tahun 1992, Gus Ghofur sempat membantu Abahnya mengajar di pondok dan mengomandai keamanan Pusat. Pada 1993 beliau melanjutkan studinya di Al-Azhar University, Kairo. Ini merupakan hal baru dalam tradisi pendidikan putra-putri Mbah Moen.
Di Kairo, kecerdasannya kembali menorehkan prestai mengkilap. Selama empat tahun menyelesaikan program S1 Usuhuludin jurusan Tafsir di Al-Azhar, semua ujian dilaluinya dengan nilai Jayiid Jiddan, sebuah prestai langka di kalangan mahasiswa Indonesia di Kairo. Materi Program S2 di jurusan yang sama selama dua tahun juga dilahap dengan hasil akhir Jayyid Jiddan.
Keberhasilan itu tidak lepas dari ketekunan dan kesabaran yang "tiba tiba" menjadi kebiasaan beliau selama belajar di Kairo. Ketika di MGS Sarang, beliau tidak termasuk orang yang rajin. Tetapi sejak di Kairo beliau bisa dan biasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk memelototi kitab. Dan ketika ketekunan dan kesabaran itu dipadu dengan karunia Allah, kecerdasan, maka prestai akademik adalah sesuatu yang niscaya terjadi.
Tentang hal ini ada kawan yang bercerita, "Sing ngajari bahasa Inggris Gus Ghofur, ki, aku. Eh, pas ujian aku mung Jayyid Jiddan, Gus Ghofur malah mumtaz". Siapa yang tidak tahu kalau ketika pertama kali datang ke Kairo Gus Ghofur Awam bahasa Inggris. Namun ketekunan dan kesabarannya telah berhasil menjinakkan ujian bahasa Inggris di Al-Azhar.
Setelah melalui perjuangan yang melelahkan, pada 2002 gelar Master berhasil diraihnya. Dikatakan melelahkanm karena untuk mencapi gelar itu Gus Ghofur harus menulis tesis setebal 700 halaman dan harus mencantumkan banyak maraji'. Padahal tradisi menulis baru ia tekuni sejak tahun keempatnya di Kairo. Orang yang mengenal Ghofur kecil dan tidak mengikuti perkembangannya di Kairo pasti terheran-heran ketika googling "Abdul Ghofur Maimoen" di internet. Sebab hasil googlingitu akan menampilkan berbagai tulisan beliau yang pernah dimuat di dunia maya. Ya, dari Abdul Ghofur yang gagap tulis menjadi Abdul Ghofur yang produktif menulis.
Gus Ghofur mengakhiri masa lajangnya pada tahun 2003. Gadis yang beruntung dipersuntingnya adalah Nadia, putri KH Jirijis bin Ali Ma'shum Karpyak Yogyakarta. Dari perkawinannya beliau telah dikaruniai seorang putra bernama Nabil.
Kader NU Mesir Raih Gelar Doktor Tafsir dari Univ Al-Azhar
Desertasi setebal 1700 halaman dan terbagi menjadi 2 jilid ini disidangkan pada hari Sabtu (12/6) di Auditorium Abdul Halim Mahmud, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Salah satu kader terbaik Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Mesir, Abdul Ghofur Maemun, kembali telah mengharumkan nama baik Indonesia dan menambah deretan peraih gelar Doktor di bidang ilmu tafsir. Ia lulus setelah dapat mempertahankan dari desertasinya yang berjudul Hasyiah Al-Syekh Zakaria Al-Anshary Ala Tafsir Al-Baidhawy, Min Awwal Surah Yusuf Ila Akhir Surah l-Sajdah dengan hasil yang mumtaz ma'a martabati syarafil ula (summa cumlaude) dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Yang menarik adalah prakata dan kutipan akhir sebelum pengukuhan gelar dari para guru besar dan tim penguji terhadap desertasi putra kiai kharismatik asal Sarang, Jawa Tengah, KH Maemun Zubair ini adalah "Syarah dan komentar yang ditulis Syeikh Abdul Ghofur ini lebih baik dari yang di tulis Syeikhul Islam, Syekh Zakaria al-Anshori". Sementara Rais Syuriyah PCNU Mesir Dr Fadlolan Musyaffa berkomentar "Ini sungguh luar biasa. Andai ada nilai di atas summa cumlaude, mungkin akan dianugerahkan pada sidang disertasi Gus Ghofur. Sayang, hasil itu sudah mentok paling atas," terangnya seusai acara. Desertasi setebal 1700 halaman dan terbagi menjadi 2 jilid ini disidangkan pada hari Sabtu (12/6) di Auditorium Abdul Halim Mahmud, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Sebagai tim pengujinya adalah Prof Dr Muhammad Hasan Sabatan, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Ushuluddin Kairo (penguji dari dalam), Prof Dr Ali Hasan Muhammad Sulaiman, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Dirasat Islamiyyah Banin Kairo (Penguji dari Luar) dan dua pembimbing Prof Dr Sayid Mursi Ibrahim Al-Bayumi, Guru Besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fak.Ushuluddin Kairo dan Prof Dr Abdurrahman Muhammad Aly Uways, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fak. Ushuluddin Kairo. Selain itu juga, sidang yang dimulai pukul 14.00 waktu setempat dihadiri sekitar seratusan lebih mahasiswa/i dan simpatisan baik warga Indonesia maupun Mesir.
KH. Abdur Rouf Maimoen (Putra Keenam)
Beliau sering disapa dengan panggilan Gus Ro’uf.
Beliau adalah putra ketiga pengasuh PP Al Anwar KH Maimoen Zubair dari
istri kedua Nyai Hj Masthi’ah binti KH Idris. Beliau lahir di Sarang,
Rembang pada 3 Desember 1974.

Dengan kegigihan dan keuletan beliau dalam belajar ilmu agama, beliau menjadi salah satu santri kepercayaan Sayyid Abbas Alawi Al Malikiy hingga akhirnya pada penghujung tahun 2006 M beliau memutuskan kembali ke tanah kelahiran. Hanya dalam hitungan hari sejak kepulangannya, beliau kembali ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Bertepatan dengan hari itu pula beliau dinikahkan dengan putri KH. Imam Mahrus asal Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.
Sepulang dari Makkah Al Mukarromah beliau ikut mengajar di kelas Muhadhoroh dan memegang fann Qowa’idul Fiqh.
KH. Muhammad Wafi Maimoen (Putra Ketujuh)
Gus Wafi -demikian dipanggil- adalah putra keempat
dari pasangan KH Maimoen Zubair dan Nyai Hj. Masthi’ah. Beliau lahir
pada tanggal 15 Maret 1977 M. di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Beliau
mengenyam bimbingan agama sejak kecil melalui sang ayah dan para guru di
Madrasah Ghozaliyyah Syafi'iyyah. Wafi kecil tumbuh dengan dengan budi
pekerti yang baik dan memiliki kepedulian keilmuan yang tinggi.

Beliau kembali ke Sarang pada tahun 2004 M dengan semangat yang membara dan ide-ide yang brilian, beliau ikut membantu meningkatkan mutu pendidikan di Sarang, khususnya Ma'had Al Anwar tercinta. Saat ini beliau mengajar di kelas Muhadhoroh dengan fann ilmu Tarikh.
sumber ; http://ppalanwar.com
KELUARGA SYAIKHUNA
K.H. Zubair Dahlan ( Ayah )
![]()
K.H. Zubair Dahlan dilahirkan pada tahun 1323 H di
daerah pesisir pantai, tepatnya di desa Karangmangu, Sarang Rembang.
Suatu daerah yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Beliau adalah putra ke-2 dari Kyai Dahlan dan Ibu Nyai Hasanah.
Pada masa kecilnya, beliau tumbuh dan berkembang keilmuwannya di bawah
bimbingan ayahandanya. Dalam ta'allum (pendidikan), beliau
belajar membaca Al-Qur'an dan ilmu-ilmu dasar agama Islam langsung di
bawah pantauan kakek beliau, Kyai Syua'ib yang sudah masyhur dengan
kealimannya. Sehingga pada umur yang relatif sangat muda (6 tahun),
beliau sudah dapat membaca Al-Qur'an dengan baik disertai dengan
tajwid-tajwidnya. Sejak kecil beliau terkenal dengan kecerdasannya,
serta memiliki himmah yang kuat untuk mempelajari dan mendalami
ilmu-ilmu agama. Dalam bimbingan kakeknya, beliau dapat mempelajari
bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan agama Islam. Adapun dalam bidang
sastra dan gramatika Arab, beliau dibimbing langsung oleh ayahandanya.
Dalam bidang ilmu fiqih beliau menghatamkan kitab Taqrib dari paman
beliau Kyai Ahmad bin Syua'ib. Sedangkan kitab Fathul Wahab beliau
mengaji di bawah bimbimgan Kyai Fathur Rohman bin Kyai Ghozali.
Rihlah 'Ilmiyyah K.H. Zubair DahlanKehausan beliau dalam mendalami pengetahuan ilmu agama tidak cukup hanya di daerah kelahiran saja. Bertepatan pada usia ke-17 beliau pergi ke Makkah Al- Mukarromah bersama dengan kakek dan neneknya, Kyai Syua'ib beserta istri. Beliau tinggal di sana selama tiga tahun bersama pamannya, Kyai Imam Kholil. Dalam kesempatan ini, beliau menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari para ulama' Al-Harom As-Syarif. Diantaranya, Kyai Baqir Al-Jokjawy (Yogyakarta). Dari Kyai Baqir ini, beliau mendalami ilmu-ilmu Hadis, Tafsir Jalaalain, Sarah Imam Al-Mahally dan lain-lain. Dan dari Syekh Al 'Alamah Hasan Al-Yamany, putra Syekh Sa'id Al-Yamany, beliau mempelajari ilmu gramatika Arab, misalnya, Syarah Matan Al-Jurumiyyah, Syarah Al 'Alamah Kafrawi dan lain sebagainya. Sehingga pada suatu ketika beliau pernah disuruh gurunya untuk mengi'robi suatu lafazh مررت بزيد ,ضرب زيد عمرا beliau berkata, "Marortu fi'l madhi mabniy 'alas sukun, At taa` merupakan dhomir yang mabniy dhommah yang statusnya menjadi fa'il dari مرّ . Dari kejadian itulah beliau diberi julukan oleh gurunya dengan julukan "Zubair Al- Kuffy". Selang beberapa waktu berlalu, beliau kembali ke tanah Jawa bersama sang paman, Kyai Imam Kholil. Namun, pendalaman ilmu agamanya tidak cukup hanya sampai di situ saja. Meskipun sudah belajar di Makkah, beliau masih melanjutkan berguru kepada Syekh Al 'Alamah Kyai Faqih bin Abdul Jabbar Maskumambang. Di bawah bimbingan Kyai Faqih, beliau mempelajari berbagai bidang ilmu, diantaranya, kitab Tafsir, Jam'ul Jawami', Syarah Ummul Barahin (bidang aqidah). Pada kesempatan ini, beliau mendapatkan ijazah dari gurunya ini, yang termaktub dalam suatu kumpulan, yang diberi nama "Kifayatul Mustafid". Di sini dicatat sanad-sanad Kyai Zubair dari jalur Syaikh Muhammad Mahfud bin Abdullah At Turmusiy. Pada tahun 1371H, beliau berangkat ke Makkah Al-Mukarromah lagi bersama para jamaah haji dari Indonesia untuk menunaikan rukun Islam yang ke lima. Pada waktu ini, beliau bertemu dengan seorang yang 'alim, yang mulia Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliky. Dalam kesempatan ini beliau mengikuti majlisul ilmi yang diasuh Sayyid Alawy, yang bertempat di Babussalam (pintu yang berada di tempat sa'i). Beliau sangat kagum dengan apa yang disampaikan oleh Sayyid Alawy, karena penyampain Sang Sayyid disampaikan dengan bahasa yang fushah (ejaan yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab) dan ta'bir-ta'bir yang bagus. Dan pada waktu haji itu juga, beliau bertemu dengan seorang yang 'alim dari Indonesia yang telah menetap di Makkah, asy Syeikh al 'Allamah al Ustadz Yasin Bin Isa Al Fadaniy. Di sela-sela pertemuan yang singkat itu, beliau di ijazahi oleh syaikh Yasin seluruh kitab yang telah beliau pelajari (ijazah muthlaqah). Kepribadian, Husnul Huluq Dalam Berprilaku K.H. Zubair merupakan salah satu figur yang patut sebagai teladan kita semua, khususnya para santri. Di antara sekian banyak sifat-sifat beliau, ada beberapa yang menonjol, yaitu ketekunan dalam memperdalam pengetahuan agama, sifat lemah lembut dan mengasihi orang yang lemah dan orang-orang fakir. Selain itu, beliau juga sangat senang dengan santri, berpegang teguh dengan sunah-sunah dan sejarah-sejarah ulama' salafus sholih. Beliau juga sosok yang sangat menjauhi bid'ah-bid'ah yang melenceng dengan ajaran-ajaran syari'at Islam. Walaupun dengan kebencian ini, beliau akan mendapat gunjingan maupun celaan dari orang yang tidak menyukai apa yang dilakukan. Setelah perjalanan panjang dalam pencarian pengetahuan agama ke berbagai daerah. Bertepatan dengan umur 23 tahun, beliau mulai ikut berpartisipasi mengajar di Pon-pes di daerah kelahirannya (Sarang). Santri-santri di sana sangat antusias ingin belajar kepadanya, dengan bukti pada waktu mengajar, tempat pengajian selalu penuh. Beliau mengaji meliputi kitab-kitab yang kecil, seperti Matan at Taqrib, al Ujrumiyyah, Aqidatul Awam. Dan juga ada kitab-kitab yang besar seperti Ja'ul Jawami', Tafsir al Baidhowi, beserta kitab-kitab karya al Imam Al-Mahalli. Seluruh umur K.H. Zubair dicurahkan semuanya untuk mengajar ilmu-ilmu agama Islam. Dalam rutinitas tiap bulan Romadhon, beliau mbalah (membaca) Tafsir Jalalain. Prilaku ini merupakan kebiasaan tiap tahun. Menginjak umur yang makin sepuh (60 tahun), beliau lebih banyak membaca kitab-kitab di bidang tasawuf seperti kitab Minhajul 'Abidin, Kitab al Hikam, dan Kitab Ihya` 'Ulumiddin yang menemani dan mengiringinya sampai beliau wafat. Keluarga K.H. Zubair Dahlan Pada usia 24 tahun, beliau menikah dengan putri sang paman (dari ibu), Mahmudah binti Kyai Ahmad bin Syua'ib. Dari pernikahan itu, beliau dikaruniai oleh Allah lima putra dan putri. Tapi, semuanya meninggal pada waktu masih kecil, kecuali satu yang masih hidup sampai sekarang, yaitu Syaikh K.H. Maimoen Zubair. Selang berapa tahun kemudian istri beliau meninggal. Tepatnya pada bulan Jumadil Akhir tahun 1358 H. Kemudian beliau menikah lagi dengan Aisyah binti Kyai Abdul Hadi dari keluarga Burna. Pada pernikahan kedua ini, beliau di karuniai lima putri, Halimah, Sai'dah, 'Afifah, Sholihah, Salamah, dan satu putra, yaitu K.H. Ma'ruf Zubair. Karya-Karya K.H. Zubair Dahlan Dalam kesibukannya setiap hari, KH. Zubair masih menyempatkan diri untuk mengarang beberapa kitab. Diantaranya, Kitab Manasik Haji, Nazhm Risalah As Samarqondiyah yang diberi nama Al-Qolaid Fi Tahqiqi Ma'na Isti'aroh, dan beberapa nazhm (pantun) mengenai Rumus-Rumus Fuqoha'. Beliau juga membuat beberapa Sya'ir mengenai etika, hisab dan lain sebagainya. Misalnya sya'ir dalam hal kesabaran dalam urusan rizqi:
لاَ تَعْجَلَنَّ فَلَيْسَ الرِّزْقُ بِالْعَجَلِ * اَلرِّزْقُ يَأْتِيْ بِلَا رَيْبٍ مَعَ الْأَجَلِ
Artinya;فَلَوْ صَبَرْتُمْ لَكَانَ الرِّزْقُ يَأْتِيْكُمْ * لَكِنَّهُ خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ Janganlah kalian tergesa-gesa tentang urusan rizqi, Karena rizki tidak datang dengan tergesa-gesa tanpa keraguan. Apabila kalian bersabar, niscaya rizqi akan mendatangi kalian. Tetapi manusia diciptakan dengan (bertabiat) tergesa-gesa. Pulang Ke Rahmatullah Seperti keseharian yang dijalankan, yaitu mengajar ilmu-ilmu agama. Sehingga bertepatan dengan bulan Sya'ban, atas permintaan sebagaian santri, beliau meneruskan pembacaan kitab Ihya 'Ulumuddin juz ke-4. Kitab ini Alhamdulillah beliau khatamkan pada permulaan sepuluh hari terakhir pada bulan Sya'ban (21 sya'ban). Kemudian pada bulan Ramadhon, seperti rutinitas tiap bulan Ramadhan sebelumnya, beliau mbalah (membaca) kitab Tafsir Jalalain. Dan ini merupakan kitab terakhir yang dibaca sebelum wafat. Tiba-tiba pada tanggal 10 Romadhon beliau mengalami sakit panas. Sakit ini, makin lama semakin bertambah hingga akhir hayatnya. Ini bertepatan dengan terbenamnya sang surya pada malam Selasa setelah maghrib hari ke-15 bulan Ramadhon tahun 1389H, beliau wafat pada umur yang ke-65, hidup dengan sederhana dan meninggal dalam kesedarhanaan pula. (يعيش فقيرا ويموت فقيرا) Semoga K.H. Zubair Dahlan mendapat rahmat dari Allah dan di tempatkan di surga al-Firdaws. Amin ya Robbal 'alamin.
Ibu Nyai.Hj. Sa’idah Ahmad Zaini (Saudara Syaikhina Maimoen)
![]()
Ibu Nyai.Hj. Sa’idah Ahmad Zaini adalah putri dari
K. Zubair Dahlan dan Ibu Nyai.Hj. Aisyah binti K. Abdul Hadi yang
menikah dengan K.H. Ahmad Zaini bin K. Mansur Sidoarjo.
Dari pernikahan dengan K.H. Ahmad Zaini, Ibu Nyai.Hj. Sa’idah Ahmad
Zaini hanya dikaruniai putra satu, yaitu Ag. K.H. Ahmad Faishol Mu’ith
Ibu Nyai. Hj. Afifah Abdul Wahid (Saudara Syaikhina Maimoen)
![]()
Ibu Nyai.Hj. Afifah Abdul Wahid lahir di Sarang pada
tahun 1957 M. Beliau adalah putri dari K. Zubair Dahlan dan Ibu
Nyai.Hj. Aisyah binti K. Abdul Hadi.
Dalam masalah belajar ilmu agama, beliau mendapat bimbingan langsung
dari kedua orang tua beliau sendiri. Selain itu, beliau juga belajar di
madrasah mulai jenjang Ibtidaiyyah sampai Tsanawiyah. Dan juga beliau
berguru kepada K.H Abdul Majid.Usai belajar, beliau dinikahkan dengan K.H. Abdul Wahid bin K.H. Abul Khoir dari Sawidang Kebonharjo Jatirogo Tuban Jawa Timur. Yang mana dari pernikahan ini beliau dikaruniai lima putra dan dua putri. Semuanya yaitu :
Ibu Nyai.Hj. Sholihah Ahmad Sadid Djauhari (Saudara Syaikhina Maimoen)
![]()
Ibu Nyai.Hj. Sholihah Ahmad Sadid Djauhari adalah
putri dari K. Zubair Dahlan dan Ibu Nyai.Hj. Aisyah binti K. Abdul Hadi
yang menikah dengan K.H Ahmad Sadid putra dari K. Djauhari Zawawi dan
Ibu Nyai. St Sa’adah dari Kencong Jember Jawa Timur.
Dari pernikahan tersebut, beliau dikaruniai enam putra dan putri. Semuanya yaitu :
K.H. Ma’ruf Zubair (Saudara Syaikhina Maimoen)
![]() Dalam bimbingan langsung K. Zubair, K.H. Ma’ruf Zubair memulai pegembaraan keilmuannya. Dan sepeninggal ayah handanya, samudra ilmu masyayekh Sarang beliau arungi, hingga akhirnya beliau telah bermetamorphose dari Maruf kecil yang lincah dan menggemaskan, kini menjadi seorang yang alim yang disegani banyak orang. Tersugesti dari sang ayah yang sangat mashur akan keilmuannya, membuat beliau tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah ia dapatkan di Sarang. Semangatnya terus kerkobar untuk terus menggapai mutiara yang masih terpendam jauh di dasar samudra. Layar pun kembali beliau bentang, hingga akhirnya, pelayaran keilmuannya berlabuh di pondak pesantren Al-Barokah Cilacap Jawa Tengah. Di bawah bimbingan ‘Allaah Syaik Mas’ud bin Muhyidin, beliau kembali mengasah kecerdasan yang diwarisi dari ayahandanya. Berbagai macam disiplin ilmu beliau geluti.Tidak hanya ilmu agama, pengetahuan umum sekalipun banyak dikuasi. Wawasannya begitu luas, keilmuannya sudah mengakar dalam sanubarinya, mencengkram kuat laksana batu karang yang tidak mungkin oleng oleh hempasan Tsunami sekali pun. Setelah kembali ke tanah kelahiran, beliau mempersunting Ibu Nyai Hj. Anis Chanifah binti K.H Moh. Zayadi dari Probolinggo. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniani empat putra-putri. Semuanya yaitu :
Dengan teknik mengajar yang handal, fathul Mu’in yang dianggap susah untuk difahami menjadi mudah untuk dikaji. Ditambah lagi dengan penguasaan gramatika arabnya yang sudah mendarah daging yang diterapkan di setiap lafadz-lafadz kitab yang dikajinya. Hal itu menjadikan semua kitab yang paling susah sekali pun menjadi mudah dicerna dan gampang dipaham. Wawasannya yang luas dan joke-jokenya yang penuh dengan falsafah kehidupan membuat semua orang yang berada di depannya betah mengaji berlama-lama dengan beliau. Selain di PP. MUS, beliau juga mengabdikan diri dengan mengajar di Madrasah Ghozaliyah Sya’fi’iyyah. Kontribusinya sangat besar dalam dinamika MGS. Di tengah tuntuan untuk memasukkan MGS ke dalam kurikulum formal, beliaulah yang paling getol menentang formal. Hal itu dilakukukan bukan berarti beliau tdak sadar dengan pentingnya formal, tapi karena adanya faktor yang akan menggerus identitas MGS yang dirintis oleh the Founding Father, para Masyayeh sejak lama madrasah ini berdiri. Dalam beberapa akhir ini, di MGS beliau berkonsentrasi dalam fan tafsir di tingkat II dan III Aliyah. Kesehatannya yang sudah mulai terganggu tak menyurutkan semangatnya untuk tetap hadir mengajar demi menyapa murid-murid yang dengan setia menunggunnya. Bahkan urusan fisik madrasaah pun tidak luput dari perhatiannya. Setiap pagi beliau mengelilingi areal MGS untuk meninjau kondisi madarasah. Bahkan dalam keadaan sakit pun beliau tetap melakukan hal itu. Di MGS jabatannya adalah sebadai wakil dari kakaknya, Syaikhina Maimoen Zubair, yaitu sebagai mudir ‘Am II. Amanah itu beliau emban hingga Allah swt memanggilnya di hari yang sangat mulia dan bulan yang penuh dengah berkah. Beliau wafat pada hari Jum’at 7 Ramadhan 1430 gertepatan dengan 28 Agustus 2009. Beliau menyandang usia 51 tahun. Semoga Allah swt melapangkan jalannya dan menempatkan beliau dalam surga firdaus-Nya. Dan semoga Allah swt menghadirkan sosok yamg seperti K.H. Ma’ruf Zubair dari geenerasi-generasi yang setelah beliau. Amiin |
Ibu Nyai.Hj. Chalimah Abdurrahim (Saudara Syaikhina Maimoen)
![]() Sejak kecil beliau selalu mendapat bimbingan ilmu agama dari ayah beliau sendiri yang sudah mashur kealimannya hingga tiba saatnya beliau dipinang oleh K.H. Abdurrahim bin Ahmad bin Syu’aib, pengasuh PP. MUS Sarang. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniahi sembilan momongan yang terdiri dari lima laki-laki dan empat putri. Semuanya yaitu :
Ibu Nyai Hj. Masthi'ah (Istri)
![]()
Pondok pesantren putri Al-Anwar sebagai institusi
pendidikan Islam yang selalu mempersiapkan generasi penerus yang
fleksibel di tengah masyarakat yang multiproblem. Menyongsong peradaban
yang sarat dengan materi, maka menelusuri jejak tokoh dan sekaligus
kepiawaianya jelas sangat penting .
Nama dan SilsilahSecara genealogis ibu Nyai Hj. Masti'ahberasal dari keterunan mbah sambu lasem yang selalu menomer satukan amal soleh dan peduli dengan lingkungan . ![]() Sang ayah kiai Idris adalah putra dari pengasuh pondok di daerah gagaan cepu jawa tengah.selain mengaji pada ayah nya beliau juga pernah mengenyam pendidikan pesantren di daerah cirebon jawa barat. Sekembalinya dari pesantren beliau mengajar di sekitar daerah cepu. Kehidupan beliau di jalaninya dengan penuh kesederhanaan, segala amaliah sehari hari sangat menunjukkan akan keluhuran budinya. Beliau sangat iKHlas dalam mendidik anak-anak sekitar untuk mengaji di masjid jami' cepu dan selalu berjuang untuk menjadikan putra-putri beliau menjadi orang yang alim dan dapat meneruskan estafet perjuangan para ulama. Ibu beliau bernama rusmini bertempat tinggal di daerah cepu, ibu rusmini adalah sosok wanita yang rajin beribadah ,puasa senin kamis tak pernah ditinggalkannya. Dan riyadhoh merupakan kebiasaan yang selalu dijalaninya. Beliau juga istiqomah melakukan sholat tahajjud di tengah malam bersama suami, kyai idris. Bahkan bila anak-anaknya sedang ujian sekolah, maka sang ibu ini pasti berpuasa setiap hari hingga ujian selesai. Menengok konsisten beliau dalam beribadah, tak mengherankan berbagai isyarat selalu dialami setiap hamil terutama saat mengandung bayi yang bernama masthi'ah, beliau merasa menerima cincin dari rosulullah saw di tengah keheningan malam mengiringi nyeyaknya tidur setiap maKHluk sejagat raya. Dan seketika itu beliau bangun dan merenung cikal bakal apa yang kelak lahir. Dikemudian hari ibu rusmini berkunjung ke rumah kakeknya bernama KH. Siroj yang terkenal alim dan menceritakan perihal mimpi yang pernah dialaminya. KH. Siroj memaparkan dengan tersenyum menaruh harap dan yakin akan jabang bayi yang lahir menjadi sosok yang sholeh sholehah, yang tangguh dan tabah dalam menghadapi setiap problem. Melihat dan mendengar semua ini tak pelak kebahagiaan beliau begitu nampak di saat kelahiran sang bayi dan diberi nama masthi'ah atas pengarahan dan pemberian KH. Siroj yang tak lain adalah pamannya sendiri. Ibu Nyai Hj. Masthi'ah lahir pada tahun 1945 M disaat indonesia sedang dalam keadaan kemelut mempertahankan kemerdekaan, bersamaan pula sang kakek bernama kyai Umar mengemban tugas dari KH. Mahrus Aly Lirboyo sebagai prajurit untuk menumpas tentara sekutu yang ternyata diboncengi tentara belanda karena masih ingin menjajah nusantara tercinta. Tak aneh jika berpengaruh terhadap kejiwaan sang bayi. Pasca kelahiran berkisar tiga hari kemudian kiai \umar sang kakek pulang dari medan pertempuran yang melelahkan, dan betapa bahagianya saat mendengar kabar kelahiran cucu pertama perempuan dengan spontan beliau berkata " waah…wes ora suwe aku iki, kabeh putuku lanang saiki wedok ( wah…cucuku semua laki-laki, sekarang telah lahir perempuan, maka hidupku tidak akan lama lagi) kebahagiaan beliau begitu kentara dengan selalu menggendong dan menimang serta menyayanginya. Tidak lama berselang, sang kakek kiai umar kembali keharibaan alloh swt. Hari demi hari beliau telah berlalu, bulan dan tahun berganti mengiringi perkembangan sang bayi, tumbuhlah sang putri cantik nan jelita yang setiap mata tak jenuh memandang, tak peduli itu saudara yang keluarga maupun tetangga, hingga sang ibu jarang dapat menggendong dan memantaunya langsung, kelincahan dan kemuliaan budi pekerti beliau telah tumbuh semenjak beliaun masih kecil, sehingga setiap insan meresa senang dan selalu ingin mengajaknya bermain serta bersilaturohim, dan kebiasaan itu telah mendarah daging yang mengantarkannya menjadi sosok wanita yang fleksibel, menjadi panutan masyarakat ditempat kelahirannya dan juga disaat membina rumah tangga. Pendidikan Saat masih kecil, ibu Nyai masthi`ah menerima pendidikan dikampungnya cepu, dibawah asuhan ayah dan ibunya. Setelah itu mengaji kepadanya yang telahsekian lama berharap untuk dapat mendidiknya sejak kecil. Ibu Nyai masthi'ah selain sebagai keponakan, beliau adalah sosok santri yang istimewa dan disanyangi. Setelah dirasa cukup menginjak usia remaja sang ayah mengantarkannya untuk mencari ilmu di luar daerah dan masuk ke pondok pesantren termas, sebuah aerah yang kala itu banyak memunculkan tokoh-tokoh ulama handal, yang menguasai dalam segala bidang ilmu dan diantara yang termasyhur adalah KH. Mahfudz at – turmusy. Termas juga terkenal akan pesantren yang penuh tirakat, apalagi dengan kondisi penduduk sekitarnya yang makanan pokoknya dingkong diolah sebagai menu pokok setiap hari hingga zakat fitrah yang dikeluarkan di bulan Romadhon juga berupa songkong bukan padi atau beras. Setelah tiga tahun lamanya menjalani kehidupan pesantren. Hal serupa dialaminya lagi yaitu sebuah predikat sebagai santri kesayangan diandangnya, berkat kemampuannya menempatkan diri pada posisi sebagai wanita sholihah, dan kegigihan cengkir (kencenge piker) tak sedikit kawan-kawannua yang menilai ibu Nyai masthi'ah adalah sosok wanita cerdas, gesit, lincah, pantang menyerah dan peduli pada sesama. Semua ini beliau miliki karena suatu tuntutan keadaan yang mengharuskan untuk tidak bergantung pada orang lain dan harus mengurus adik-adiknya yang masih kecil. Dari termas inilah ibu Nyai masthi'ah telah terbiasa dengan kemandiriannya, tirakat, makan makanan tiwul (makanan yang berbuat dari gaplek) selama tiga tahun begitu pula berbagai riyadhoh serta perjuangna lain yang menjadikan seseorang dapat menahan diri dari melakukan perbuatan yang tidak terpujii dan bersikap arif dalam setiap situasi dan kondisi. Sekembalinya dari termas, setiap ada kesempatan tholabul ilmi tidak akan disia-siakannya. Kepopuleran KH. Ma'shum lasem yang alim dalam bidang al-qur'an dan tafsirnya menjadian nurani ibu Nyai mashti'ah terketuk untuk pergi belajar dan berkhidmah kepada ahlil ilmi. Setiap hari belajar al-qur'an bersama ibu Nyai Nuriyah Ma'shum dan keilmuan lain juga beliau terima terlebih ilmu haliyah (tingkah laku) banyak beliau peroleh melalui tata cara mendidik dan segala bentuk keseharian yang dipenuhi dengan nuansa keilmuan. Segala bimbingan dan perintah dijalani dengan penuh tawadhu' dan selalu mengambil hikmah untuk bekal kembali ke kampung halaman yang kala itu masih hangat-hangatnya faham komunisme dan bertekad kelak ilmu yang diperoleh akan ditularkan kepada putra-putrinya demi mengibarkan bendera islam.
RUMAH TANGGA
Kecintaannya terhadap lingkungan dan berbagai disiplin ilmu membuat
setiap mata meneropong, tak mengherankan juga dalam masa mudanya, banyak
laki-laki yang datang kepada Kyai Idris untuk meminangnya. Tetapi yang
mendapat kebahagiaan untuk meminangnya adalah KH. Abdul Qodir dari
Kudus.Sebagaimana kisah yang diceritakan dimuka, Kyai Idris adalah orang yang mahir dalam bidang Al-Qur'an. Suatu hal yang wajar bahwa Kyai Idris menerima KH. Abdul Qodir sebagai menantunnya setelah melalui proses yang sangat selektif. Dikisahkan Kyai Idris sebelum menerima menantu terlebih dahulu menguji sendiri akan keahlian dalam bidang Al-Qur'an yang dimiliki oleh KH. Abdul Qodir. Di kemudian hari akad nikah mengikuti sunah Rasul dilaksanakan dengan Khidmah. Indahnya kehidupan dengan rajutan cinta yang selalu mengalir menelusuri waktu yang kian melaju kedepan. Kebahagiaan kedua pasangan selalu tersenandung dalam butiran-butiran doa, mengaharap kekalnya mawaddah hingga akhir hayat dan bertemu kembali dipertamanan surga. Bahtera rumah tangga terasa semakin berarti dengan lahirnya putri pertama bernama Nurus Shobah, sebuah anugerah dari-Nya sebagai amanah yang harus diembannya. Perjalanan hidup tak ubahnya alam semesta yang terus tidak ada sesuatu di dunia ini yang tetap pada tempatnya. Bumi bergerak mengitari matahari, bulan bergerak mengitari bumi, bahkan mungkin matahari pun bergerak mengitari planet lain yang lebih besar. Semua berjalan menurut kekuasaan dan kehendak Allah SWT yang Maha Bijaksana. Senada dengan itu mahligai rumah tangga bahagia yang telah dibina, bersamaan dengan kehamilan yang kedua, Allah berkehendak lain. Memang inilah sunnatullah yang harus dijalani Ibu Nyai Masthi'ah dengan ikhlas dan tabah. Semasa menjanda, dengan kondisi hamil ternyata tidak sampai mengurangi rasa cinta dan kepeduliannya pada lingkungan, semangat juang untuk syi'ar Islam semakin berkobar, dalam benaknya selalu berfikir dan merenung bagaimana caranya Islam dapat tampak ramai di bumi Cepu, mengingat faham komunis masih dominan dan harus dicarikan jalan keuluar sehingga setiap ada kesempatan yang berbau syiar Islam, Ibu Nyai Masthi'ah selalu eksis dan eksistensinya pun begitu nampak dengan bergelutnya beliau pada organisasi yang menunjang aktifitasnya. Sebagai contoh ikut meramaikan perlombaan qiro'ah Al-Qur'an sekabupaten Blora yang ulang dengan acungan jempol, senyuman manis karena berhasil meraih juara satu tingkat kabupaten, kemudian dengan berjalannya waktu yang sarat akan perjuangan sebuah majlis ta'lim mulai dari anak-anak hingga para ibu telah dirintisnya. Kehidupan mengisi kita dan membawa kita dan membawa kita dari satu tempat ke tempat lain, nasib menggerakkan kita dari satu titik ke titik lain. Berkat berkaca pada pengalaman selama belajar dulu dan perpijak pada situasi waktu itu apalagi hangat-hangatnya faham komunisme dengan langkah pasti selepas kelahiran sang jabang bayi yang diberi nama Nur Laila, Ibu Nyai Masthi'ah meneruskan dakwahnya. Dalam setiap langkah, beliau jalani dengan penuh kelembutan yang selalu menaruh harapan akan sinar hidayah Islam dapat berlabuh di hati setiap insan, hingga berhasil meluluhlantakkan nurani dua orang yang berkebangsaan Tionghoa untuk memeluk Islam dan beliau menuntunnya langsung pembacaan dua kalimah syahadat dan hingga sampai saat ini salah satu dari orang tersebut masih hidup di wilayah Cepu dengan nama Ibu Dasih. Sebagai manifestasi rasa Syukur kepada Allah Dzat Al-Halim dan ucapan terima kasih kepada Ibu Nyai Masthi'ah akan bimbingannya dalam menuntun kepada Dinul Islam, kedua orang Tionghoa merelakan rumahnya yang terbilang mewah saat itu untuk dijadikan majlis taklim dan kegiatan sosial keagamaan lainnya yang telah diasuh oleh Ibu Nyai Masthi'ah pada masa itu. Meskipun kegiatan di luar rumah begitu padat, perhatiannya pada akik-adiknya seakan tak pernah surut. Mengais rizki untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga dilaluinya dengan perjuangan. Sementara status janda tidak sampai menumbuhkan rasa pesimisme dalam dirinya. Dan tanpa disadari segala upaya dan aktifitas yang telah dijalaninya ternyata menarik simpati setiap insan. Banyak yang ingin meminang beliau, tapi belum ada yang diterima karena trauma akan kegagalan rumah tangga. Hingga akhirnya datang pinangan dari Putra KH. Zubair dari Sarang Rembang bernama KH. Maimoen Zubair yang tertarik akan jiwa juang dan kemuliaan hatinya. Maka datanglah beliau ke kediaman Kyai Idris untuk meminang putrinya. Bagai dayung bersambut, maksud KH. Maimoen Zubair ini langsung diterima dengan senang hati oleh Kyai Idris, karena sudah diketahui akan kealimannya. Disamping juga sebagai guru dari saudara Ibu Nyai Masthi'ah yaitu Kyai Taftazani yang waktu itu mondok di Sarang, selain itu sebelumnya Kyai Idris sempat sowan kepada Mbah KH. Hamid Pasuraun yan bertujuan untuk mengutarakan problem rumah tangga putrinya. Beliau didawuhi oleh KH. Hamid dan sebelum sempat mengutarakan maksud kedatangannya "pulang sana! Mau diambil oleh wali tertutup kok malah kesini." |
KH. Maimun Zubair Pengasuh PP. Al-Anwar Sarang Rembang
KH. Maimun Zubair Pengasuh PP. Al-Anwar Sarang Rembang

Pada usia sekitar 17 tahun, beliau sudah hafal diluar kepala kiab Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl. Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’I, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.
Pada tahun 1945 beliau memulai pengembaraannya ke Pondok Lirboyo Kediri, selama kurang lebih lima tahun, dibawah bimbingan KH. Abdul Karim (Mbah Manaf), KH. Mahrus Ali dan KH. Marzuqi. Menginjak usia 21 tahun, beliau meneruskan pengembaraanya ke Makkah Al-Mukarromah, selama kurang lebih 2 tahun berkutat dengan ilmu-ilmu agama didalam bimbingan Sayyid ‘Alawi bin Abbas Al-Maliki, Syaikh Al-Imam Hasan Al-Masysyath, Sayyid Amin Al-Quthbi, Syaikh Yasin bin Isa Al- Fadani dan masih banyak lagi.
Sekembalinya dari Tanah suci, beliau masih mengasah dan memperkaya pengetahuannya dengan belajar kepada ulama-ulama besar tanah Jawa saat itu. Seperti KH. Baidlowi lasem (mertua beliau), KH. Ma’shum lasem, KH. Ali Ma’shum Krapyak Jogjakarta, KH. Bisri Musthofa, Rembang, KH. Abdul Wahhab Hasbullah, KH. Mushlih Mranggen, KH. Abbas, Buntet Cirebon, Sayikh Ihsan, Jampes Kediri dan juga KH. Abul Fadhol, Senori.
Pada tahun 1965 beliau mengabdikan diri untuk berkhidmat pada ilmu-ilmu agama. Hal itu diiringi dengan berdirinya Pondok Pesantren yang berada disisi kediaman Beliau. Pesantren yang di isi ribuan santri putra dan putri yang sekarang dikenal dengan nama Al-Anwar. Satu dari sekian pesantren yang ada di Karangmangu Sarang Rembang. Kemudian sekitar tahun 2008 beliau kembali mengibarkan sayapnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan pengasuhannya kepada putranya KH. Ubab Maimun

Dalam dinia politik beliau tergolong kiyai yang adem-ayem. Di saat NU sedang ramai mendirkan PKB (1998) mbah mun lebih memilih diam dan istiqomah di PPP, partai dengan gambar Ka’bah.
Keharuman nama dan kebesaran beliau sudah tidak bisa dibatasi lagi dengan peta geografis. Banyak sudah kiyai dan santri yang berhasil “jadi orang” karena ikut di-gulo wentah dalam pesantren beliau. Dan telah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang belaiu miliki tidak cuma membesarkan jiwa beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan ilmu dari Beliau.
PP Al-Anwar Sarang Rembang
PP Al-Anwar yang berada di kampung Karangmangu Sarang Rembang Jawa Tengah didirikan oleh KH. Maimun Zubair pada tahun 1967. Pondok ini pada mulanya adalah sebuah kelompok pengajian yang dirintis oleh KH. Ahmad Syuaib dan KH. Zubair Dahlan. Kelompok pengajian tersebut pada awalnya dilaksanakan di mushalla. Pada perkembangan selanjutnya kedua perintis tersebut mendirikan tiga komplek bangunan, yaitu komplek A, B dan C.
Komplek B dikembangkan oleh KH. Abdul Rochim Ahmad menjadi PP Ma’hadul Ulumis Syar’iyah. Sedang komplek A dikembangkan menjadi PP Al-Anwar oleh KH. Maimun Zubair, putra KH. Zubair Dahlan. Latar belakang pendirian pondok di samping untuk melanjutkan kegiatan pengajian, juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar yang umumnya berpenghasilan rendah sebagai nelayan.
Perkembangan jumlah santri PP. Al-Anwar yang cukup pesat, menuntut adanya pembangunan di bidang fisik. Pada tahun 1971 musholla direnovasi dengan menambahkan bangunan diatasnya yang kemudian disebut dengan Khos Darussalam, juga dibangun sebuah kantor yang berada sebelah Selatan ndalem syaikhina. Seiring dengan bertambahnya santri maka pembangunan secara fisik pun terus dilakukan. Tercatat pada tahun 1973 dibangun Khos Darunna’im, tahun 1975 Khos Nurul Huda, tahun 1980 Khos AF, dan masih banyak lagi pembangunan fisik yang yang lain. terakhir dibangunnya gedung serbaguna PP. Al-Anwar berlantai lima pada tahun 2004 dan juga pada tahun 2005 dibangun Ruwaq Daruttauhid PP. Al-Anwar yang setelah selesai pengerjaannya digunakan sebagai tempat pertemuan (Multaqo) alumni Sayyid Muhammad Alawy al Maliki Makkah al Mukarromah.
Pada tahun 1977, KH. Maimun Zubair mengembangkan pesantren dengan mendirikan PP putri Al-Anwar. berawal dari sebidang tanah yang dimiliki dan hasil pembelian tanah milik tetangga, beliau termotivasi akan kondisi masyarakat sekitar pada saat itu yang belum rutin mengerjakan sholat 5 waktu serta minimnya kemampuan mereka dalam membaca Al Qur’an. Sebagai langkah awal, lalu dibangunlah sebuah musholla di belakang rumah yang semula berdindingkan anyaman bambu.


Pada tahun 1995 KH. M. Najih Maimoen, putra KH. Maimun Zubair yang juga alumni dari pesantren Abuya Sayyid Muhammad Alawy Makkah Al Mukarromah merintis pendirian khos Darussohihain di bawah pengawasan Abuya Sayyid Muhammad Alawy Al Maliky. Dan juga didirikan Khos yang khusus sebagai wadah bagi santri-santri putri yang berkeinginan untuk menghafal Al qur’an pada tahun 1996 di bawah asuhan Ibu Nyai Hj. Mutamimah Najih Maimoen.

Sistim pendidikan yang diterapkan di pesantren Al-Anwar adalah sistim salafiyah di mana para santri diwajibkan mengikuti pengajian Masyayeh atau ustadz baik dengan pendekatan sistem bandongan (bersama-sama) maupun sorogan (individual). juga diharuskan bagi santri untuk mengikuti pendidikan Muhadloroh atau Madrasah Ghozaliyyah, sampai tingkat aliyah, dan melanjutkan pada PPTM (Ma’had ‘Aly) yang mana jenjang pendidikannya adalah dua tahun.
Kegiatan lain yang juga harus diikuti santri adalah Mudzakaroh meliputi mudzakaroh Fatchul Qorib, Fatchul Mu’in, Ibnu ‘Aqil, Aljauharul Maknun dll. Mudzakaroh merupakan suatu bentuk pembahasan secara mendalam pada kitab yang dikaji, juga penerapannya pada permasalahan-permasalahan yang ada. Dan juga masih banyak lagi kegiatan yang lain.
Pada perkembangannya PP. Al-Anwar terbagi menjadi dua Yaitu PP. Al-Anwar I yang dikhususkan bagi santri yang ingin mendalami ilmu-ilmu agama secara murni dan PP. Al-Anwar II sebagai wadah bagi santri-santri yang ingin mempelajari sains dan tehnologi tanpa meninggalkan pesantren sebagai wahana untuk mendalami ilmu agama. Letaknya pun terpisah, PP. Al-Anwar I terletak di desa Karangmangu Sarang Rembang sedang PP. Al-Anwar II ini terletak di Dusun Kalipang Gondanrejo Sarang Rembang Kurang lebih 3 km dari desa Karangmangu ke arah barat.
Pada perkembangan selanjutnya, di bawah naungan LP Ma’arif NU, pada 15 september 2003 PP Al-Anwar juga mendirikan pendidikan formal, yakni MTs (Madrasah Tsanawiyah) Al-Anwar. Tujuan yang mendasar dari didirikannya MTs tersebut tidak hanya untuk mempelajari ilmu–ilmu umum saja, tapi juga ilmu agama dengan memasukkan pelajaran salaf guna memberikan bekal para muridnya untuk memperoleh keseimbangan antara Imtaq dan Iptek, sehingga pada akhirnya tujuan akhir kebahagian dunia akhirat dapat dicapai.
Tahun 2006 MTs Al-Anwar telah meluluskan sekitar 121 siswa. Dan saat ini MTs Al-Anwar memiliki siswa 247 orang dari kelas 1 sampai dengan kelas 3. Sampai saat ini MTs Al-Anwar terus berusaha untuk berbenah diri untuk selalu mensukseskan apa yang dikehendaki Syaikhina dengan selalu pro aktif dalam segala aspek demi tercapainya tujuan tersebut.
Tidak berhenti sampai disitu, pada 21 September 2006 Ponpes Al-Anwar juga membuka Madrasah Aliyah Al-Anwar yang pada tahun pertama, jumlah siswanya sebanyak 74 orang terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas putra 45 siswa dan 29 siswi.
Namun meskipun demikian, konsep Salaf yang diusung oleh Program pendidikan berbasis formal ini sangat kental dan memang menjadi satu harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Hal inilah yang membuat Al-Anwar berbeda dengan lembaga pendidikan formal Lainnya, yang memang menjadi agenda utama dari didirikannya MTs–MA Al-Anwar Sarang ini. Dan juga nantinya menurut rencana akan juga didirikan program pendidikan lanjutan setingkat perguruan tinggi.
Prasarana dan segala hal yang dibutuhkan untuk menunjang hal tersebut di atas kini terus diupayakan oleh pihak PP Al-Anwar, baik dalam bentuk bangunan fisik maupun non fisik. Dalam segi prasarana fisik kini masih taraf penyelesaian untuk pengadaan asrama putra dan putri yang nantinya diharapkan, semua siswa dan siswi yang ada bisa menempati asrama tersebut dengan tujuan lebih terawasinya para siswa tersebut selama 1x 24 jam.
Pengadaan asrama ini juga menitiktekankan pada efektifitas pendalaman ilmu–ilmu salaf, karena nantinya juga akan diasuh oleh para ustadz di bawah naungan pengasuh PP Al-Anwar Sarang. Diharapkan para siswa pada akhirnya betul-betul dapat terkondisikan dan selalu dalam pengawasan, dengan tujuan nantinya para siswa ini mampu terbiasa hidup disiplin, terampil, dan selalu menjadikan akhlaqul karimah sebagai nafas dalam kehidupannya.
Dalam segi non fisik juga terus diupayakan mengevaluasi sistem pembelajaran dan memberikan pengawasan ekstra ketat pada siswa. Berbagai langkah dalam menangani kendala-kendala yang ada. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PP Al-Anwar tidaklah merubah karakter salafiyyah yang dimiliki tapi masih getol untuk mempertahankannya juga tidak menutup mata terhadap tuntutan zaman yang sarat dengan kemajuan dalam segala bidang utamanya dalam bidang sains dan ilmu pengetahuan lainnya, namun dalam kaitan tersebut PP Al-Anwar tetap menjadikan pelajaran–pelajaran salaf sebagai pondasi sehingga merupakan menu wajib yang harus ada dalam semua tingkat pendidikan yang ada.
SYAIKHUNA
KIYAI DAHLAN
KIYAI SYU'AIB BIN ABDUR ROZAQ
K. Syu’aib adalah putra dari K. Abdurrazaq yang lahir pada tahun 1263 H. Di waktu kecil, beliau beliau belajar ilmu agama Islam kepada orang tua sendiri, K. Abdurrazaq. Kemudian kepada K. Ghozali bin Lanah yang sudah terkenal dengan kealimannya di waktu itu.
Beliau dilahirkan di desa Gondan Sarang tahun 1287
H. Ketika usia beranjak dewasa, beliau menuntut ilmu di Sarang, yaitu
dengan belajar ilmu syariat Islam kapada ulama-ulama di Sarang, sehingga
beliau mengetahui dasar-dasar agama Islam.
KIYAI AHMAD BIN SYU'AIB
K. Ahmad bin Syu’aib dilahirkan di Sarang pada abad
ke 14, tepatnya tahun 1301 H. Beliau tumbuh dewasa di bawah asuhan
kedua orang tuanya. Untuk masalah membaca Al-Quran dan beberapa dasar
ilmu agama Islam beliau belajar kepada Sang Ayah. Selain K. Syu’aib,
beliau juga belajar kepada para masyayeh Sarang, kususnya K. Umar bin
Harun dan K. Murtadha bin Muntaha.
K. Syu’aib adalah putra dari K. Abdurrazaq yang lahir pada tahun 1263 H. Di waktu kecil, beliau beliau belajar ilmu agama Islam kepada orang tua sendiri, K. Abdurrazaq. Kemudian kepada K. Ghozali bin Lanah yang sudah terkenal dengan kealimannya di waktu itu.
KIYAI GHOZALI BIN LANAH
K. Ghozali adalah salah seorang Kyai yang pertama
kali merintis pondok pesantren Sarang. Beliau adalah putra dari Mbah
Lanah yang berketurunan Madura. Dilahirkan pada tahun 1184 H, dengan
nama kecilnya Saliyo. Pada masa remajanya beliau menuntut ilmu di suatu
pesantren yang berada di Belitung Kalipang di bawah asuhan K. Mursyidin.
Langganan:
Postingan (Atom)